What about virginity?

Sesuai janji, walau ngaret, gue akan berbicara tentang virginitas. Agak berat, tapi gue berusaha untuk menjelaskan dengan bahasa yang ringan. Dan tulisan ini tentunya tidak sempurna (karena sempurna hanya milik Gusti Allah dan Andra & The Backbone kalau kata Soleh solihun), tapi semoga tulisan ini tetap bisa memberikan insight bagi siapapun yang membaca. =)

“Kenapa sih lu harus takut untuk putus sama pacar lu karena masalah virginitas?”

Pertanyaan ini beberapa kali gue tanyakan, tapi hanya di dalam hati. Kenapa hanya dalam hati? Karena kadang ketika orang bercerita tentang hal tersebut ke gue, mereka bercerita sambil menangis dalam penyesalan dan biasanya mereka sedang dalam masa katarsis. Jadi biasanya belum waktunya gue tanyakan hal itu.

Ya, biasanya.

Gue sudah beberapa kali mengkonselingi dewasa muda yang tengah bimbang dengan hubungannya dengan pacar; mau putus tapi udah gak virgin lagi… tapi kalau tetap dipertahankan, kok rasanya pacarannya udah gak sehat lagi (baca: berantem mulu, udah gak ada feeling lagi, cowoknya udah flirt sama cewek lain, dsb). Beberapa kali juga gue (dan gue juga tahu temen gue yang lain yang) dimintai pendapat terkait hal ini oleh orang lain yang mengkonselingi temannya yang memiliki masalah serupa.
Pertanyaan tadi kerap muncul.
Ya, gue tahu. Situasi yang gue gambarkan tadi rasanya berat dan kita hidup di budaya yang cukup men-judge virgintas sebagai sebuah hal yang saklek, sebagai sesuatu yang menandakan karakter seseorang. Kalau seorang perempuan kehilangan virginitas sebelum menikah, mungkin ia akan dicap sebagai perempuan tidak baik. Dan sayangnya, judgment itu beratnya lebih terasa di perempuan terkadang.
Sebelum lanjut, ada baiknya kita mengenal virginitas itu apa.

Apa sih virgin itu?
Virgin atau tidaknya seorang perempuan tidak dilihat dari ada atau tidaknya selaput dara. Selaput dara bisa robek karena berlari-lari, naek sepeda, ngangkang kegedean, loncat-loncat, jatuh terduduk, dsb. Lucu juga ya kalau memandang virginitas dari selaput daranya. Bayangkan ada percakapan demikian.
X: Kenapa lu uda ga virgin lagi?
Y: Iya, soalnya kemaren gue naek sepeda?
(teriak dalam kepala: What????!!)
Sampai sekarang, definisi yang disetujui tentang virgin adalah sejauh lu belum melakukan intercourse, alias penis masuk ke vagina. Petting masuk ga? Petting cuma di luar, jadi bukan intercourse. Tapi kan petting ada kemungkinan hamil? Iya, betul. Lah, jadi bisa jadi dia virgin tapi hamil? Lu kate Bunda Maria (baca: virgin tapi hamil)?? Ya kagak jugaaa!
Virgin itu tergantung pandangan lu sendiri. Belum ada definisi yang bisa memuaskan dari aspek manapun. Buat gue sendiri, virgin adalah privasi. Ya, privasi. Jadi penentuan virgin atau engga-nya adalah sejauh mana lu mengizinkan orang lain menyentuh daerah paling privat yang lu miliki (baik pada perempuan ataupun laki-laki). Makanya, gue sangat suka dengan sex education remaja yang menekankan bahwa daerah vulva atau penis adalah privasi yang lu miliki dan harus lu jaga. Bukan cuma menjaga karena alasan seksual atau alasan biologis seperti menjaga kebersihan alat kelamin, tapi juga karena alasan psikologis; privasi, trust, tanggung jawab, budaya, keberhargaan tubuh, seksualitas manusia, harkat,dsb.
Jadi, kalau lu belum nikah, lu mengizinkan orang lain menyentuh daerah privasi lu tersebut… bolehkah? salahkah?
Jawaban gue: tergantung.
Seberapa tertutup/terbuka yang lu rasakan terhadap privasi lu kan beda-beda tiap orang. Mungkin ada orang yang disentuh pipi fine-fine aja, ada juga yang langsung malu, ada yang bisa jadi marah.
Prinsip, persepsi atas definisi yang lu punya tentang seksualitas juga beda-beda.
Tapi, buat gue yang pasti cuma satu.
Kalau lu melakukan, lu harus tahu persis apa yang sedang disampaikan/diekspresikan/ dilakukan/apa artinya dan apa konsekuensinya. Bukan cuma masalah hamil atau ga ya yang gue maksud, tapi juga dengan rasa bersalah yang akan lu simpen, rasa malu, rasa takut, trust yang hancur kalau lu merasa dikhianati, lu akan menjadi lebih parnoan, harga diri, dsb. Sumpah, banyak banget kombinasi perasaan yang pernah diungkapkan ke gue. Dan none of them is positive, actually.
Balik lagi ke pertanyaan awal…
Kalau terlanjur gimana?
Kalau sudah terlanjur, ya sudah… mari kita perbaiki. Mari mulai dari mendeteksi perasaan yang ada. Apa yang dirasakan? Hancurkah atau merasa ada yang hilangkah? Apa yang hancur? apa yang hilang? Atau mungkin ada perasaan lainnya? Hadapi semua rasa itu, jangan lagi disangkal. Akui dan maafkan diri sendiri. Pelan-pelan ya… jangan diburu-buru. Setelah bisa memaafkan, pasti akan lebih mudah menilai positif diri sendiri kembali.
Hubungan pacarannya gimana?
Kalau hubungannya emang udah gak nyaman, apalagi sampai dikhianati ama pasangan lu. Untuk apa lu pertahankan?
Iya tau, you had sex with your partner. But… are you happy now?
Virginitas bukan satu-satunya faktor penentu kebahagiaan dan masa depan lu loh!
Buat apa bareng pasangan yang bahkan udah gak mau sama lu dan terpaksa bersama lu? Kalo gak terpaksa sih bagus. Lah kalo misalnya bahkan uda minta putus? Udah bilang gak cocok? You know you can be happier than now.
Sumber kebahagiaan itu ada di dalam diri sendiri. Bagaimana kita melihat banyak hal dengan positif. Bagaimana kita menilai karier kita, hidup kita, tingkah laku kita, keluarga kita, teman-teman kita.
I’m telling you this now: lu yang menentukan sumber kebahagiaan lu sendiri.
“Kenapa sih lu harus takut untuk putus sama pacar lu karena masalah virginitas?”
Gue lebih peduli dengan masa depan lu. Kalau lu terusin dengan kondisi bahwa sebenernya pasangan udah setengah hati. Gimana keluarga kalian nanti? Gimana anak-anak kalian? Gimana pertumbuhan mental anak-anak? Gimana kondisi psikologis lu berdampak pada anak itu? Gimana ke depannya?
Once again, virginitas bukan satu-satunya faktor penentu kebahagiaan lu di masa depan.
You may be losing your virginity, but not your future and happiness. So, save your future and happiness while you still can. =)
Special Thanks for Rosa Delima, S.Psi! (Thank you for editing and reviewing this writing!) =D.
P.S.: If you read this writing of mine and you wanna talk about it with me… klik aja “Meet eljez!” di atas dan kontak gue. I’m ready and will be happy to listen. =)

3 thoughts on “What about virginity?

  1. tergantung definisi kehormatan itu sendiri, dan definisi ini maksudnya bagaimana per-individu menghayati arti kehormatan.

    Tapi intinya, saya setuju. keperawanan boleh hilang tapi kehormatan belum tentu hilang. =)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s