Kemarin, di Aethra’s Books Day, rekan saya (Anita Rijadi) membahas sebuah buku yang berjudul 5 Languages Of Apology. Begitu mendengar judulnya, saya langsung tertarik. Sebelumnya, saya pernah membaca tentang 5 Languages Of Love dan mendapati bahwa buku ini menarik. Jadi, saya dengan cepat menyimpulkan bahwa buku yang akan dibahas rekan saya tersebut juga pasti tidak kalah menariknya dari apa yang pernah saya baca.
Di buku, 5 Languages Of Love, saya menemukan bahwa kita memiliki bahasa kasih yang dominan dalam diri kita. Bahasa ini yang kita gunakan untuk berkomunikasi dengan pasangan kita dan apa yang kita harapkan dari pasangan kita. Misalnya, saya adalah seorang wanita dengan bahasa kasih “quality time”. Maka saya akan lebih senang ketika pasangan saya menghabiskan banyak waktu bersama dan melakukan sesutu hal bersama, daripada pasangan saya memberikan hadiah atau memuji saya atau memeluk saya. Ketika pasangan saya tidak mengerti bahwa bahasa kasih saya adalah demikian dan jauh lebih sering memberi hadiah ketimbang meluangkan waktu bersama saya, maka mungkin saya akan merasa kurang diperhatikan atau kurang mendapatkan afeksi.
Demikian juga dengan 5 language of apology. Terdapat 5 bahasa permintaan maaf, yaitu pernyataan menyesal, tanggung jawab, tebusan, bertobat, dan permohonan ampun.
Orang dengan bahasa ‘pernyataan menyesal’ akan cenderung untuk mengharapkan orang lain mengatakan “saya menyesal telah membuatmu…” ketika melakukan kesalahan. Orang dengan bahasa ‘tanggung jawab’ akan mengharapkan orang yang berbuat salah untuk mengakui bahwa itu adalah salahnya dan mengetahui letak kesalahannya. Orang dengan bahasa ‘tebusan’ akan mengharapkan orang yang berbuat salah untuk melakukan sesuatu to make it up. Orang dengan bahasa ‘bertobat’ akan mengharapkan orang yang berbuat kesalahan untuk berjanji tidak akan mengulangi dan menuntut perubahan. Orang dengan bahasa ‘permohonan ampun’ akan mengharapkan orang yang bersalah untuk bertanya “maukah kamu memaafkan aku”.
Bahasa ini juga berlaku ketika orang tersebut yang berbuat kesalahan. Misalnya, saya adalah orang dengan bahasa ‘tebusan’ dan ketika saya berbuat salah maka saya akan meminta maaf dan berbuat apapun untuk memperbaiki.
Sayangnya, apapun yang dilakukan saya untuk memperbaiki kesalahan, belum tentu bisa membuat orang lain memaafkan saya…. jika bahasa mereka berbeda dengan saya.
Setelah memahami ini, saya menjadi mengerti… kenapa berbulan-bulan, bahkan tahun sudah berlalu… tetapi saya tidak pernah bisa memaafkan beberapa orang. Karena mereka tidak meminta maaf dalam bahasa saya. Bagi saya, mereka tidak pernah meminta maaf. Walau berpuluh kata maaf sudah mereka ucapkan.