Orang yang berhasil adalah orang yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi cerdas secara emosi. Kecerdasan emosi sering kita kenal dengan sebutan Emotional Intelligence. Orang yang cerdas secara emosi mampu untuk mengenali emosi yang sedang dirasakan dan memanfaatkannya untuk membina hubungan yang positif dengan orang-orang di sekitarnya. Sudah dibuktikan bahwa membina hubungan yang baik atau membangun sebuah social network berperan penting dalam membangun karier. Itulah mengapa orang yang cerdas secara emosi lebih mungkin memiliki karier yang lebih baik dibandingkan orang yang hanya cerdas secara intelektual.
Mengenali emosi yang dirasakan adalah sebuah kebutuhan yang cukup mendasar. Mengapa? Dengan mengenali emosi, kita menjadi tahu apa yang harus kita lakukan di sikon yang ada. Apabila kita tidak dapat mengenali emosi kita dengan baik atau salah me-label emosi, tentu tindakan yang kita ambil juga tidak tepat. Misalnya, kalau kita tahu kalau kita sedang sedih, kita menjadi tahu apa yang harus dilakukan agar kita tidak lagi sedih. Kalau kita marah tapi salah melabel perasaan marah tersebut dengan sedih, maka percuma kita menangis… karena mungkin yang kita butuhkan bukan menangis, tapi teriak-teriak misalnya.
Terdapat 6 emosi dasar, yaitu marah, sedih, bahagia, jijik, takut, terkejut. Emosi dasar ini dapat diturunkan menjadi pecahan emosi-emosi lain yang lebih beragam. Misalnya cemas adalah turunan dari emosi takut, bangga dan puas adalah turunan dari emosi bahagia, dan sebagainya. Galau bukan sebuah emosi.
Menurut KBBI, galau adalah sibuk beramai-ramai; kacau tidak keruan (pikiran). Galau terjadi di tataran kognitif atau pikiran, bukan tataran perasaan atau emosi. Ketika seseorang berkata bahwa ia merasa galau, saya tidak mengerti dan khawatir. Tidak mengerti karena galau memang lebih tepat dikatakan ketika sedang banyak pikiran dan rasanya ricuh otak kita. Khawatir karena saya takut orang tersebut salah melabel emosi. Lebih takut lagi ketika orang ini menjadi tidak mampu untuk mengenali emosi yang sedang dirasakan. Saya cukup paham bahwa mungkin emosi yang sedang dirasakan orang tersebut adalah mungkin campuran antara sedih, cemas, dan terkejut (misalnya, karena dia dapat kabar mantannya sedang bersama perempuan lain). Tetapi orang tersebut menjadi tidak mampu mengenali bahwa ia sedang merasakan ketiga emosi karena terlalu sering melabel 3 rasa tersebut dengan satu kata galau. Akibatnya, orang tersebut tidak tahu apa yang harus dilakukan. Atau tahu apa yang dilakukan tapi tidak bisa secara efektif menyelesaikan masalah atau mengambil sikap/tindakan yang tepat.
So… I am suggesting to you all to stop saying “gue galau”. Mulailah mengenali emosi apa yang kamu rasakan. Syukur-syukur setelah itu kamu menjadi lebih cerdas secara emosi dari sebelumnya.
Like this:
Like Loading...
Related
Published by Jessica Farolan
Psychological Health Trainer, who love to laugh and enjoy new experiences!
View all posts by Jessica Farolan