Positive Genius & Stand Up Comedy

Biarkan saya memulai tulisan ini dengan mengeluh tentang motivator.

Pernah tidak datang ke seminar motivasi? Pernah liat motivatior yang cara naik ke panggungnya lari-lari dari samping panggung sambil teriak-teriak “SEMANGAT PAGI????!!!! APA KABARNYA PAGI INI SODARA-SODARA SEKALIAN????!!!! LUAR BIASA!!!! SEKALI LAGI!!! APA KABARNYA PAGI INI SODARA-SODARAAAAA????!!!! LUUUUAAAAARRR BIIIIIAAAASAAAAAA” ?

Satu, kenapa harus lari?
Dua, kenapa harus teriak-teriak sih???

Tapi yang paling bikin saya gerah bukan pembukaannya. Saya gerah dengan kalimat-kalimat mutiara positif yang mereka ucapkan. Gerah dengan kalimat mutiara yang senada dengan “badai pasti berlalu”.

Satu, ya badai pasti berlalu. Tapi belum tentu juga lu selamat dari badai.
Dua, basi.
Tiga, klise.

Klise. Sama klisenya dengan nasihat yang sering kita dengar dari ucapan A waktu tahu B diputusin pacarnya: “semuanya pasti baik-baik saja”. Padahal B lagi hamil 3 bulan.

Optimis yang delusional.

Dan berhubung salah satu pekerjaan saya membuat saya terkadang menjadi motivator untuk anak-anak SMP dan SMA, saya akan menggunakan salah satu bahan mereka kalau mau membahas tentang optimis. Mari lihat gambar di bawah ini. Continue reading “Positive Genius & Stand Up Comedy”

Stand Up Comedy : Sebuah Pisau Bermata Dua.

Tidak terasa, komunitas stand up comedy sudah hampir genap berusia 3 tahun sejak meledak pertama kali pada Juli 2013. Selama hampir 3 tahun, saya mengamati perkembangan stand up comedy di Indonesia. Pesat. Dalam 3 tahun stand up comedy mampu mengangkat banyak nama yang tadinya hanya dikenal oleh sedikit orang menjadi dikenal oleh ribuan orang. Sebut saja beberapa di antaranya, Pandji Pragiwaksono, Ernest Prakasa, Sammy Notaslimboy.
 
Sebagai penikmat dan pelaku stand up comedy, saya mengamati apa yang disebut persona dan bit dari banyak komika. Tidak hanya komika yang berasal dari SUCI Kompas TV, tetapi juga dari Metro TV dan mungkin juga dari beberapa show atau open mic.
 
Sebagai penikmat, saya sih suka dengan banyak komika. Saya menikmati hampir semua genre materi yang dibawakan oleh banyak komika. Mulai dari yang serius (berisi pesan dan kritik sosial, politik) sampai yang genre-nya pop (boyband, girlband, galau, jomblo, relationship).
 
Sebagai pelaku, saya mengamati sesama komika. Bukan hanya materi, tapi juga motivasi mereka menjadi seorang komika. Bagi saya, motivasi mereka tercermin dari perilaku yang ditampilkan mereka ketika on stage maupun off stage; dari materi-materi yang mereka bawakan maupun dari perilaku / sikap mereka ketika tidak sedang melakukan stand up routines.
Sejauh yang saya amati, saya melihat seorang komika melakukan seni stand up comedy karena:

  1. Ingin berkarya di dunia stand up comedy,
  2. Ingin menciptakan sebuah perubahan dengan mengkritisi atau menceritakan kegelisahan dirinya terhadap kondisi sosial/politik,
  3. Ingin eksis atau popular.

Sebelum menentang atau menegasi pendapat saya di atas, coba baca lebih lanjut penjelasan saya.

Continue reading “Stand Up Comedy : Sebuah Pisau Bermata Dua.”

Catatan pribadi #PerempuanBerHAK – 8 Maret 2014

10 Juli 2012.

Tanggal yang mungkin tidak akan pernah dilupakan oleh banyak pecinta stand up comedy.
Tidak mungkin dilupakan oleh Ernest Prakasa.
Dan tidak akan pernah dilupakan oleh saya dan (saya yakin) juga Sakdiyah Ma’ruf.

Ever since that night, Kak Diyah and I were so excited about our performance.
We killed the opening performance. And we did think we have to do it again.

Di akhir tahun 2012, Kak Diyah dan saya sangat excited dan saling mengirim email.
We were going to have a duet show! 😀
We picked the date : 08.03.2014. International Women’s Day. Continue reading “Catatan pribadi #PerempuanBerHAK – 8 Maret 2014”

Psikologi & Stand Up Comedy

Dulu di awal saya dan teman-teman mendirikan @StandUpAtma, saya sempat insist sekali membuat stand up khusus psikologi. Saya insist dengan alasan bahwa saya ingin memberi banyak kesempatan kepada anak psikologi untuk mengasah keterampilan berpikir kritis, yang seharusnya dan wajib dimiliki anak psikologi. It’s a need. Dan berhubung para calon pendiri waktu itu adalah anak psikologi… saya berpikir mengapa tidak memberikan kesempatan eksklusif kepada anak psikologi. Tapi, kemudian teman-teman setuju dengan membuka kesempatan kepada satu kampus, tidak hanya psikologi. Saya bukan tidak setuju. Jadi, saya tidak berkeberatan sama sekali membuka kesempatan kepada Atma Jaya, satu kampus. Baru saat ini saya berpikir bahwa ada kaitan yang erat antara psikologi dan stand up comedy. Continue reading “Psikologi & Stand Up Comedy”

Let’s Make More Laughters! =D

Baiklah… mari menepati janji gue untuk bercerita di posting-an blog beberapa waktu lalu! =)

Mari kita mulai dari beberapa waktu lalu ketika gue dieliminasi dari Stand Up Comedy Indonesia Season 2.
 
It was a great experience to be on stage. Sungguh. Gue sangat menyukai berada di panggung Stand Up Comedy Kompas TV. Mengenal 12 orang sakit jiwa lainnya yang sangat menginspirasi. It was a great pleasure. Ketika gue diumumkan bahwa gue dieliminasi di minggu pertama show, it was not that hard. Yang terasa menyedihkan hanyalah gue kehilangan waktu bersama 12 orang teman baru gue itu. But then it got harder the next days. Terutama ketika show itu ditayangkan perdana. Beberapa kalimat membuat gue merasa kecewa terhadap diri sendiri. Kalau hanya kalimat “eljez tidak lucu”, gue masih bisa handle. Tapi ada kalimat yang sampai saat ini pun masih terngiang di otak gue: “Kesalahan Indra Yr memilih eljez”. That sentence got me thinking that maybe I was a failure, that maybe I wasn’t supposed to be on that stage. Selama satu minggu penuh gue tidak ingin mengingat bagaimana gue di panggung itu, gue tidak ingin open mic. Tapi, gue terselamatkan oleh 3 hal: telepon, twitter, dan pikiran gue sendiri. Gue telepon dengan William SB (bos gue) dan Pandji di minggu itu… mereka membuat gue berpikir untuk tidak menyerah. Twitter membantu gue ketika gue sudah berpikir untuk tidak menyerah; tawaran untuk open mic di UNJ datang.
Open mic di UNJ buat gue saat itu menakutkan. You can ask people who saw me that day that I was trembling.. gue gemetar dan satu-satunya alasan yang bisa gue pikirkan adalah gue gugup. Open mic hari itu tidak buruk, pecah, tapi tidak bisa juga dibilang sangat baik.
 
Sejak open mic UNJ, I admit that I was escaping. Gue tidak ingin terlalu dekat dengan stand up comedy dulu beberapa saat dan gue juga punya alasan bagus untuk mengalihkan fokus. Gue fokus ke Smile For The Future, ke beberapa training yang terus menghujani Aethra Learning Centre. Gue tenggelam dalam kesibukan training. Gue bukan tidak rindu stand up comedy. I missed doing open mics… dearly. Tapi gue terlanjur tenggelam dalam jadwal training dan training adalah hal yang juga menyenangkan buat gue.
Sampai akhirnya suatu malam Ernest mengirimkan DM Twitter ke gue bertanya apakah gue free tanggal 10 Juli 2012. Eits… engga kok, dia cuma bilang bahwa dia udah netepin tanggal untuk Merem Melek Finale dan memang nyokap gue pengen banget dateng ke show-nya Ernest. Beberapa hari kemudian, Ernest message gue via Whatsapp dan menanyakan apakah gue bisa jadi openner dia di Jakarta bareng Kak Diyah (Sakdiyah Ma’ruf). Tanpa pikir panjang, gue mengiyakan. Dan beberapa menit kemudian, gelisah melanda hahahaha. Gue udah lama gak open mic cuuuyyyy!!! Ini sih nekad to the max! Tapi gue inget kata Pandji waktu di telepon itu bahwa gue harus kembali open mic, latihan lagi, buktikan bahwa mereka salah tentang gue. So there are 3 main reasons why I should be doing this:

Continue reading “Let’s Make More Laughters! =D”

The Golden Ticket SUCI season 2 =D

So as I said on the last blog post… today, I’m going to audition for Stand Up Comedy Indonesia Season 2. Sungguh… gak akan gue lupain kata-kata Raditya Dika dan Mas Indro hari ini! Let me tell you about today from the beginning, alright? =D

Jadi, pagi tadi gue berangkat ke kampus untuk menjemput Frankie dan Rangga, comic @StandUpAtma yang akan audisi Stand Up Comedy Indonesia season 2 (SUCI #2). Selain itu, pagi tadi gue juga harus ambil foto untuk pendaftaran audisi di ibu manager kami, Marlin. Gue berangkat akhirnya bareng Frankie saja karena Rangga telat bangun dan dia bilang akan langsung menyusul ke Kompas TV. Jadilah kami kejebak 3 in 1 yang mengharuskan kami pakai joki. Ngeri tuh joki, gue gak engeh dia bawa kayu selama di mobil gue (harus gue jadiin materi nih!). Sampai di sana langsung daftar dan dapat nomor pendaftaran 090. Oke, audisi dimulai jam 10. Mungkin gue bisa cabut ke TA dulu untuk cari makan kata anak-anak. Jadilah gue malanglang buana dulu ke TA buat lunch. Dan mobil gue mulai ngadat remote-nya (harusnya gue lebih curiga aki-nya kenapa-kenapa). Jalanlah kami jam 12 dari TA karena psikosomatis gue takut telat. Lagian Yudha bilang udah 22 orang. Cepet juga gue pikir.
Pas nyampe studio Kompas TV lagi, eeehhh… ternyata lagi break. Gue gak perlu cerita detil ya kayaknya apa saja yang gue alami selama menunggu. Gue nyampe studio jam setengah 1 dan gue audisi jam 6 kurang. Hahahaha. dari deg-deg-an… kalem… deg-deg-an lagi… kalem lagi…. nyanyi-nyanyi lagu Jenuh-nya Rio Febrian… deg-deg-an… kalem lagi.
Akhirnyaaa… tibalah nomor 090 dipanggil bersama 089 dan 091 (Rangga). Rasanya cepet abis! 089 masuk… gue berasa “mampus gue”. Tiba-tiba udah disodorin mic kecil untuk dipakai di baju dan nunggu masuk. Lalu ada perintah masuk studio, gue masuk dan ditanya sudah siap atau belum. Gue bilang siap, tanpa mikir. Kru memberikan aba-aba untuk rolling kamera. Gue belum liat set-nya, jadi masi di pinggir dan set-nya ketutup kain item gede. Gue masuk set dan di situ duduk Raditya Dika dan Mas Indro (juri).

Continue reading “The Golden Ticket SUCI season 2 =D”

Bukan Alih Profesi =)

Beberapa orang belakangan sempat bertanya ke gue. Kalimat tanyanya memang bermacam-macam, tapi intinya satu: “Jessot sekarang alih profesi ya jadi stand up comedian?”. Gue bisa bilang… engga, gue ga alih profesi kok. Gue cuma baru menemukan salah satu tools bagus yang semoga bisa menunjang perwujudan mimpi gue. =)

Gue pernah bilang kalau gue itu seorang pemimpi yang beruntung. Mimpi gue untuk menemani orang kesepian dan depresi sedang diwujudkan. Lalu apa kaitannya dengan stand up comedy? Let me tell you how. Stand up comedy memberikan beberapa keuntungan bagi gue yang sedang mewujudkan mimpi tadi. Keuntungan pertama, gue menjadi lebih percaya diri ketika harus menjadi fasilitator training dan salah satu bentuk perwujudan mimpi gue saat ini adalah dalam bentuk training/workshop untuk membentuk social support yang efektif bagi individu depresi. Keuntungan lainnya, gue menjadi seseorang yang jauh lebih mudah menanggapi banyak hal negatif dengan senyum, bahkan tertawa. Keuntungan lain lagi adalah terkait networking… Gue bisa mewujudkan mimpi gue karena awalnya mengenal Pandji, kemudian tahu tentang program yang diprakarsainya, dan akhirnya dengan sedikit keberuntungan gue bisa menjadi salah satu pemenang program tersebut. Ada juga terkait project lainnya yang akan segera gue kerjakan bersama comic (stand up comedian) lain yang masih menunjang mimpi gue tadi.

Continue reading “Bukan Alih Profesi =)”